Jombang, Gerdupapak.com – Pabrik Gula (PG) Tjoekir jadi salah satu Pabrik Gula terbaik milik PT. Sinergi Gula Nusantara (SGN). Lokasi Pabrik Gula tersebut terletak di wilayah administratif Desa Cukir Kecamatan Diwek Kabupaten Jombang, Jawa Timur.
Kedekatan lokasi antara PG Tjoekir dan Pondok Pesantren Tebu Ireng tidak terlepas dari sejarah pendirian Pabrik Gula oleh Belanda pada tahun 1884. Sedangkan cikal bakal Pondok Pesantren Tebu Ireng berdiri tahun 1899. Keduanya berlokasi di tepi jalan raya besar Jombang-Malang dan Jombang-Kediri.
Hal ini disampaikan General Manager Pabrik Gula Tjoekir Abdul Azis Purmali ketika menceritakan Sejarah dari PG Tjoekir. Kamis(3/7/23)
” Kala itu Kyai Sakiban, seorang dalang terkenal sekaligus tokoh masyarakat di daerah Cukir berhasil “menemukan” Hasyim Asy’ari, putra dari pengasuh Pondok Pesantren Asy’ariyah di daerah Kras Kabupaten Kediri. Berharap dapat membawa perbaikan akhlak bagi masyarakat sekitar Pabrik Gula saat itu,” ujarnya.
Lanjutnya, awal mula dimulai era kapitalisme Belanda di Indonesia dengan diberlakukannya Undang-Undang Agraria dan Undang-Undang Gula pada tahun 1870 oleh pemerintah Belanda yang mengijinkan pihak swasta (Eropa) membuka usaha perkebunan di Hindia Belanda. Demi melanggengkan keberadaan PG Tjoekir yang baru didirikannya ini, pihak Belanda melakukan berbagai cara yang memaksa masyarakat menjadi tergantung kepada Belanda.
“Masyarakat pada awalnya adalah petani yang memiliki lahan-lahan pertanian, kemudian terpaksa menjadi buruh pabrik. Setiap malam buruh pabrik di lokalisasi, hiburan malam dan perjudian. Akhlak dan moral masyarakat saat itu betul-betul dirusak, kondisi yang sangat jauh dari nilai-nilai agama ini berlangsung bertahun-tahun. Hasyim Asy’ari dimintai bantuan untuk memperbaiki akhlak masyarakat di dusun Cukir. Satu-satunya cara adalah dengan mendirikan pondok pesantren di sekitar lokasi pabrik,” tuturnya.

Demi melestarikan keberadaan Pabrik Gula Tjoekir, KH Hasyim Asy’ari awalnya tidak terang-terangan mendirikan pesantren, melainkan disamarkan sebagai padepokan silat. Masyarakat dusun Cukir maupun pondok pesantren KH Hasyim Asy’ari tidak pernah menentang pendirian Pabrik Gula, kecuali kemaksiatan yang ditimbulkan. Pada tahun 1906 tepatnya tahun ketujuh perjuangan KH Hasyim Asy’ari, beliau meresmikan nama Tebu Ireng menjadi Pondok Pesantren. Pondok Pesantren Tebu Ireng ini merubah sejarah gelap pendirian PG Tjoekir menjadi Rahmatan Lil ‘Alamin dan telah melahirkan ulama-ulama besar negeri ini.
” Pabrik Gula Tjoekir yang sebelumnya bagian pabrik gula PTPN X, saat ini telah dialihkan ke PT Sinergi Gula Nusantara (SGN). PT SGN atau dikenal juga dengan Sugar Co sendiri berdiri pada 17 Agustus 2021 lalu. PTPN III menjadi pemegang saham mayoritas PT SGN dengan porsi mencapai 99 persen,” paparnya.
Selain itu, Pembentukan PT SGN atau Sugar Co sesuai dengan target yang diarahkan Presiden RI Joko Widodo, bahwa harus kembali dengan tulang punggung PTPN tanpa meninggalkan peran swasta. Sudah selayaknya 5 sampai 6 tahun ke depan Indonesia bukan lagi negara yang mengimpor gula konsumsi lagi.
” PT SGN atau lebih sering dikenal dengan sebutan Sugar Co adalah Sub Holding Komoditi Gula PTPN III (Persero), Holding Perkebunan yang ditugaskan untuk mengelola seluruh Pabrik Gula yang ada di lingkungan PTPN Group. Didirikan sebagai wujud dari salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) dan merupakan satu dari 88 Program Kementerian BUMN tahun 2020-2023 untuk mendukung akselerasi Program Ketahanan Pangan, khususnya tercapainya swasembada gula nasional,” ungkapnya.
Sebelumnya, Presiden Jokowi meminta Menteri BUMN Erick Thohir untuk menyiapkan bibit-bibit varietas yang terbaik serta melakukan kerja sama dengan negara Brasil yang telah berpengalaman dan sukses dalam produksi gula. Erick Thohir bergerak cepat dengan melakukan sejumlah langkah strategis, salah satunya mengintegrasikan sejumlah produsen gula tanah air dengan membentuk Sugar Co atau PT Sinergi Gula Nusantara (SGN). Pembentukan Sugar Co dilakukan demi meningkatkan produksi dan hilirisasi gula. Percepatan swasembada gula nasional dilakukan demi sejumlah tujuan, yakni menjamin ketahanan pangan nasional, menjamin ketersediaan bahan baku dan bahan penolong industri serta mendorong perbaikan kesejahteraan petani tebu.
“Pembentukan PT SGN diharapkan dapat mendukung swasembada gula konsumsi. Dalam hal ini, pada tahun 2030 mendatang diharapkan ada peningkatan total lahan sebanyak 65 persen menjadi 248.000 ha, peningkatan produktivitas tebu sebanyak 38 persen menjadi 93 ton per ha, peningkatan rendemen dari 7,5 persen menjadi 11,2 persen, peningkatan produksi gula sebanyak 2,25 kali lipat menjadi 2,6 juta ton per tahun serta peningkatan Sisa Hasil Usaha (SHU) petani 10 kali lipat menjadi Rp 36,5 juta per ha,” sampainya
Tidak Hanya itu, Pabrik Gula Tjoekir sebagai Pabrik Gula Andalan PT. SGN diamanahi untuk memproduksi minimal 420.000 Ton dengan rendemen sebesar 7,25 persen. Tapi di setiap kegiatan internal selalu disampaikan bahwa tahun 2023 PG Tjoekir ingin mencetak momentum untuk menghasilkan tebu sebanyak 500.000 Ton. Sebab sejak 10 Tahun lalu PG Tjoekir sudah terbiasa mencatat sejarah serta luas area disekitar PG Tjoekir sangat mendukung untuk hal tersebut.
“Pabrik Gula Tjoekir menjadi harapan PT SGN untuk bisa memberikan laba seperti sebelumnya. Pabrik gula di Jawa Timur yang memberikan rendemen bagus salah satunya yaitu PG Tjoekir,” pungkasnya. (Zul/Nyf)